BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara dengan
berbagai macam budaya di dalamnya, mulai dari agama, adat istiadat, suku,
bahasa, dll. Dari keanekaragaman tersebut kita dituntut untuk saling
menghormati dan menghargai perbedaan itu. Bentuk penghormatan itu bisa
bermacam-macam, diantaranya adalah menghormati kegiatan keagamaan dan adat dari
masing-masing agama. Seperti mengucapkan “Selamat Natal” pada hari besar
orang-orang Kristen.
Diantara tema yang mengandung
perdebatan setiap tahunnya adalah ucapan selamat Hari Natal. Para ulama
kontemporer berbeda pendapat didalam penentuan hukum fiqihnya antara yang
mendukung ucapan selamat dengan yang menentangnya. Kedua kelompok ini bersandar
kepada sejumlah dalil.
Meskipun pengucapan selamat hari natal ini sebagiannya
masuk didalam wilayah aqidah namun ia memiliki hukum fiqih yang bersandar
kepada pemahaman yang mendalam, penelaahan yang rinci terhadap berbagai
nash-nash syar’i.
Disini penulis akan sedikit
memeparkan beberapa pendapat tentang hukum orang muslim yang mengucapkan
selamat natal pada orang non muslim.
BAB II
PEMBAHASAN
Hari Natal adalah bagian dari prinsip-prinsip
agama Nasrani, mereka meyakini bahwa di hari inilah Yesus Kristus dilahirkan.
Didalam bahasa Inggris disebut dengan Christmas, Christ berarti Kristus
sedangkan Mass berarti masa atau kumpulan jadi bahwa pada hari itu banyak orang
berkumpul mengingat / merayakan hari kelahiran Kristus. Dan Kristus menurut
keyakinan mereka adalah Allah yang menjelma.
Berbuat kebaikan kepada mereka dalam hal ini
adalah bukan dengan ikut memberikan selamat Hari Natal dikarenakan alasan
diatas akan tetapi dengan tidak mengganggu mereka didalam merayakannya (aspek
sosial).
Pemberian ucapan selamat Natal baik
dengan lisan, telepon, sms, email ataupun pengiriman kartu berarti sudah
memberikan pengakuan terhadap agama mereka dan rela dengan prinsip-prinsip
agama mereka. Tentang hukum ucapan selamat natal itu, memang kalau kita mau
telusuri lebih jauh, kita akan bertemu dengan beragam pendapat. Ada ulama yang
mengharamkannya secara mutlak. Tapi ada juga yang membolehkannya dengan
beberapa hujjah. Dan juga ada pendapat yang agak di pertengahan serta memilah
masalah secara rinci.
Tentu bukan berniat
untuk memperkeruh keadaan kalau kami sampaikan apa yang beredar di tengah umat
tentang hal ini. Sebaliknya, kajian ini justru untuk memperluas wawasan kita
dalam menuntut ilmu.
Pendapat haramnya ucapan natal bagi seorang muslim
lebih banyak dimotori oleh fatwa-fatwa para ulama dari Arab, yaitu
fatwa Al-'Allamah Syeikh Al-Utsaimin. Beliau dalam fatwanya menukil
pendapat Imam Ibnul Qayyim. Berpendapat
bahwa mengucapkan selamat Hari Natal hukumnya adalah haram karena perayaan ini
adalah bagian dari syiar-syiar agama mereka. Allah tidak meredhoi adanya
kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya didalam pengucapan selamat
kepada mereka adalah tasyabbuh
(menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.[1]
Diantara
bentuk-bentuk tasyabbuh :[2]
1. Ikut serta di dalam hari raya tersebut.
2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke negeri-negeri Islam.
1. Ikut serta di dalam hari raya tersebut.
2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke negeri-negeri Islam.
Mereka juga berpendapat wajib menjauhi
berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari sikap menyerupai
perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang digunakan untuk
menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim didalam menyerupai
perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka
serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus didalam ibadah
mereka.
Sebagaimana terdapat dalam kitab Majma’ Fatawa
Fadlilah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, (Jilid.III, h.44-46,
No.403), disebutkan bahwa:[3]
Memberi selamat kepada merekahukumnya haram, sama
saja apakah terhadap mereka (orang-orang kafir) yang terlibat bisnis dengan
seseorang (muslim) atau tidak. Jadi jika mereka memberi selamat kepada kita
dengan ucapan selamat hari raya mereka, kita dilarang menjawabnya, karena itu
bukan hari raya kita, dan hari raya mereka tidaklah diridhai Allah.
Hal itu merupakan salah satu yang diada-adakan
(bid’ah) di dalam agama mereka, atau hal itu ada syari’atnya tapi telah
dihapuskan oleh agama Islam yang Nabi Muhammad SAW telah diutus dengannya untuk
semua makhluk.
Selain pendapat yang tegas
mengharamkan di atas, kami
juga menemukan fatwa sebagian dari ulama yang cenderung tidak mengharamkan
ucapan tahni'ah kepada umat nasrani.
Yang menarik, ternyata yang bersikap seperti ini
bukan hanya dari kalangan liberalis atau sekuleris, melainkan dari Dr. Yusuf
Al-Qaradawi. Tentunya sikap beliau itu bukan berarti harus selalu kita ikuti.
Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradawi [4]
Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi
mengatakan bahwa merayakan hari raya agama adalah hak masing-masing agama.
Selama tidak merugikan agama lain. Dan termasuk hak tiap agama untuk memberikan
tahni'ah saat perayaan agama lainnya.
Maka kami sebagai
pemeluk Islam, agama kami tidak melarang kami untuk untuk memberikan tahni'ah
kepada non muslim warga negara kami atau tetangga kami dalam hari besar
agama mereka. Bahkan perbuatan ini termasuk ke dalam kategori al-birr (perbuatan
yang baik). Sebagaimana firman Allah SWT:
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik
dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan
tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah: 8)
Kebolehan memberikan tahni'ah
ini terutama bila pemeluk agama lain itu juga telah memberikan tahni'ah kepada
kami dalam perayaan hari raya kami.
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu
penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari
padanya, atau balaslah penghormatan itu. Sesungguhnya Allah memperhitungankan
segala sesuatu.(QS. An-Nisa': 86)
Namun Syeikh Yusuf Al-Qaradawi secara tegas
mengatakan bahwa tidak halal bagi seorang muslim untuk ikut dalam ritual dan
perayaan agama yang khusus milik agama lain.
Beliau mengutip hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah
berdiri menghormati jenazah Yahudi. Penghormatan dengan berdiri ini tidak ada
kaitannya dengan pengakuan atas kebenaran agama yang diajut jenazah tersebut.
Sehingga menurut beliau,
ucapan tahni'ah kepada saudara-saudara pemeluk kristiani yang sedang
merayakan hari besar mereka, tidak terkait dengan pengakuan atas kebenaran
keyakinan mereka, melainkan hanya bagian dari mujamalah (basa-basi)
dan muhasanah seorang muslim kepada teman dan koleganya yang kebetulan
berbeda agama.
Dan beliau juga memfatwakan
bahwa karena ucapan tahni'ah ini dibolehkan, maka pekerjaan yang
terkait dengan hal itu seperti membuat kartu ucapan selamat natal pun hukumnya
ikut dengan hukum ucapan natalnya.
Namun beliau menyatakan bahwa
ucapan tahni'ah ini harus dibedakan dengan ikut merayakan hari besar secara
langsung, seperti dengan menghadiri perayaan-perayaan natal yang digelar di
berbagai tempat. Menghadiri perayatan natal dan upacara agama lain hukumnya
haram dan termasuk perbuatan mungkar.
Lembaga Riset dan Fatwa Eropa[6]
Juga membolehkan pengucapan
selamat ini jika mereka bukan termasuk orang-orang yang memerangi kaum muslimin
khususnya dalam keadaan dimana kaum muslimin minoritas seperti di Barat.
Setelah memaparkan berbagai dalil, Lembaga ini memberikan kesimpulan sebagai
berikut : Tidak dilarang bagi seorang muslim atau Markaz Islam memberikan
selamat atas perayaan ini, baik dengan lisan maupun pengiriman kartu ucapan
yang tidak menampilkan simbol mereka atau berbagai ungkapan keagamaan yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam seperti salib.
Kalimat-kalimat yang digunakan
dalam pemberian selamat ini pun harus yang tidak mengandung pengukuhan atas
agama mereka atau ridho dengannya. Adapun kalimat yang digunakan adalah kalimat
pertemanan yang sudah dikenal dimasyarakat.
Fatwa MUI[7]
Adapun MUI (Majelis Ulama
Indonesia) pada tahun 1981 sebelum mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu
mengemukakan dasar-dasar ajaran Islam dengan disertai berbagai dalil baik dari
Al Qur’an maupun Hadits Nabi saw sebagai berikut :
A)
Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat
agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah
keduniaan.
B)
Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan
peribadatan agama lain.
C)
Bahwa ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin
Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain.
D)
Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu
mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.
E)
Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu
di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai
Tuhan. Isa menjawab: Tidak.
F)
Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu.
G)
Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan
dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada
menarik kemaslahatan.
Juga
berdasarkan Kaidah Ushul Fikih
''Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)''.
''Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)''.
Untuk kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :
- Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
- Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
- Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata'ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.
Di luar dari perbedaan
pendapat dari dua 'kubu' di atas, kita juga menemukan fatwa yang agak
dipertengahan, tidak mengharamkan secara mutlak tapi juga tidak membolehkan
secara mutlak juga. Sehingga yang dilakukan adalah memilah-milah antara ucapan yang benar-benar haram dan ucapan
yang masih bisa ditolelir.
Salah satunya adalah fatwa
Dr. Abdussattar Fathullah Said, beliau adalah profesor di bidang Ilmu Tafsir
dan Ulumul-Quran di Universitas Al-Azhar Mesir. Dalam masalah tahni'ah
ini beliau agak berhati-hati dan memilahnya menjadi dua. Ada tahni'ah
yang halal dan ada yang haram[8]
Tahni'ah yang halal.
Adalah
tahni'ah kepada orang kafir tanpa kandungan hal-hal yang bertentangan
dengan syariah. Hukumnya halal menurut beliau. Bahkan termasuk ke dalam bab
husnul akhlaq yang diperintahkan kepada umat Islam.
Contohnya ucapan, "Semoga tuhan memberi
petunjuk dan hidayah-Nya kepada Anda di hari ini." Beliau cenderung
membolehkan ucapan seperti ini
Tahni'ah yang haram
Adalah
tahni'ah kepada orang kafir yang mengandung unsur bertentangan dengan
masalah diniyah, hukumnya haram. Misalnya ucapan tahniah itu berbunyi, "Semoga
Tuhan memberkati diri anda sekeluarga."
Beliau membolehkan memberi hadiah kepada non
muslim, asalkan hadiah yang halal, bukan khamar, gambar maksiat atau apapun
yang diharamkan Allah.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari uraian di atas dapat kami simpulkan:Pemberian
ucapan Selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani baik ia adalah kerabat,
teman dekat, tetangga, teman kantor, teman sekolah dan lainnya adalah haram
hukumnya, sebagaimana pendapat kelompok pertama (Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim,
Ibn Baaz dan lainnya) dan juga fatwa
MUI.
Namun demikian setiap muslim yang
berada diantara lingkungan mayoritas orang- orang Nasrani, seperti muslim yang
tempat tinggalnya diantara rumah-rumah orang Nasrani, pegawai yang bekerja
dengan orang Nasrani, seorang siswa di sekolah Nasrani, seorang pebisnis muslim
yang sangat tergantung dengan pebisinis Nasrani atau kaum muslimin yang berada
di daerah-daerah atau negeri-negeri non muslim maka boleh memberikan ucapan
selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani yang ada di sekitarnya tersebut
disebabkan keterpaksaan. Ucapan selamat yang keluar darinya pun harus tidak
dibarengi dengan keredhoan didalam hatinya serta diharuskan baginya untuk
beristighfar dan bertaubat.
B. Saran
Sebagai awam, ketika melihat para ulama berbeda
pandangan, tentu kita harus arif dan bijaksana. Kita tetap wajib menghormati
perbedaan pendapat itu, baik kepada pihak yang fatwanya sesuai dengan pendapat
kita, atau pun kepada yang berbeda dengan selera kita.
Karena para ulama tidak berbeda pendapat kecuali
karena memang tidak didapat dalil yang bersifat sharih dan qath'i. Seandainya
ada ayat atau hadits shahih yang secara tegas menyebutkan: 'Alaikum bi
tahni'atinnashara wal kuffar', tentu semua ulama akan sepakat.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.Islamonline.net
MAKALAH
MASAIL FIQH DALAM KONTEKS AQIDAH
HUKUM MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL SEORANG MUSLIM KEPADA NON MUSLIM
(KRISTIANI)
Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai
tugas kelompok semester VII C Fakultas Tarbiyah Mata kuliah Masail Fiqh.
Dosen pengampu: H. Sholihul Hadi
Kelompok 5
Disusun oleh:
Zainu
Shinta Arfiyanti
Putri Laila Fitriana

INSTITUT ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (INISNU)
JEPARA
2011-2012