AKIDAH POKOK DAN CABANG DALAM ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Tak terasa sudah sejak lama kita menjadi seorang muslim. Nikmat yang besar ini patut kita syukuri, karena kenikmatan inilah yang akan menentukan kebahagiaan dan kesengsaraan kita di hari akhir nanti.
Dalam makalah ini kita sebagai pemakalah tidak ingin menanyakan “sejak kapan kita masuk islam” karena jawaban dari pertanyaan ini bukanlah suatu yang paling mendasar. Namun pertanyaan paling penting yang harus kita renungkan adalah “sudah sejauh manakah kita telah memahami dan mengamalkan ajaran kita ini?” pertanyaan inilah yang paling penting  yang harus direnungkan dan dijawab, karena jawaban pertanyaan ini yang nantinya sangat menentukan kualitas keislaman dan ketaqwaan kita.

B.     RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang masalah diatas, makalah ini dapat kita rumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.            Apa pengertian akidah itu?
2.            Apa itu akidah pokok dan akidah cabang dalam islam?

C.    TUJUAN PENULISAN
Dari paparan rumusan masalah diatas, maka penulisan makalah ini tujuanna adalah:
1.            Untuk mengatahui pengertian akidah
2.            Untuk mengatahui akidah pokok dan cabang dalam islam






BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AKIDAH
Secara etimologis akidah berasal dari kata ‘aqada- ya’qidu- ‘uqdatan- ‘aqidatan. Artinya simpul, ikatan atau perjanjian. Jadi aqidah adalah keyakinan yang tersimpul kuat didalam hati bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. Para ulama’ mendefinisan aqidah sebagai

                                                                                     
sesuatu yang terikat kepadanya hati dan hati nurani.”
Dalam Al-qur’an kata “aqidah” diartikan sebagai :


“wahai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”  [1]
Sedangkan secara terminologi akidah adalah suatu pokok atau dasar keyakinan yang harus dipegang  teguh oleh orang  yang mempercayainya.
Menurut Hasan al-Banna aqa’id (jama’ akidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.
Dan menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy, akidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia baik secara akal, dan fitroh. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia didalam hati serta diyakini keshahihannya dan keberadaannya secara pasti .[2]

B.  AKIDAH POKOK
Akidah pada masa Nabi dan pada masa 2 kholifah masih dapat dipertahankan, yaitu Rukun Iman yang mencakup 6 aspek, dalam pembahasan ini disebut dengan “ akidah pokok” yaitu sbb:
a.                Iman kepada Allah
b.               Iman kepada Malaikat- Malaikat Allah
c.                Iman kepada kitab-kitab Allah
d.               Iman kepada Rasul-Rasul Allah
e.                Iman kepada Hari Kiamat
f.                Iman kepada Qada dan Qadar
Jadi akidah pokok adalah akidah umat islam yang masih terpelihara dan masih murni sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW yang tercakup didalam Arkanul Iman.

C. AKIDAH  CABANG
Setelah berakhirnya kepemimpinan kholifah Umar bin Khattab umat islam mulai terjadi perpecahan. Kemudian muncul permasalahan yang menimbulkan terjadinya pembunuhan khalifah Ustman bin affan (th 345-656 M) oleh pemberontak yang sebagian besar dari Mesir yang tidak puas dengan kebijakan politiknya.
Awalnya peristiwa ini hanya sebuah permasalan politik yang akhirnya berkembang menjadi persoalan teologi sehingga melahirkan berbagai  aliran dengan teologi dan pandangan yang berbeda-beda. Pada masa ini umat islam tidak mampu lagi mempertahankan kesatuan dan keutuhan akidahnya, karena masing-masing berusaha membuka persoalan akidah yang sebelumnya terkunci.
Maka lahirlah cabang-cabang akidah yang pemahamannya bervariasi dari masing-masing aspek rukun iman, diantanya:
a.          Masalah Tuhan
Dalam masalah zat Tuhan muncul pendapat  yang menggambarkan Tuhan dengan sifat-sifat bentuk jasmani atau fisik. Sedangkan dalam masalah sifat Tuhan juga muncul persoalan, apakah Tuhan itu mempunyai sifat atau tidak. Dalam hal ini muncul 2 golongan yang berpendapat berbeda:
Pertama  : golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Dia adalah Esa, bersih dari hal-hal yang menjadikannya tidak Esa. Mereka meng-EsakanTuhan dengan mengkosongkan Tuhan dari berbagai sifat-sifat.[3]
Kedua : Golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diwakili oleh golongan Ay’ariyah dan Maturidiyah meyakini bahwa Tuhan mempunyai sifat yang sempurna dan tidak ada yang menyamai-Nya. Mensifati Tuhan dengan sifat-sifat kesempurnaan tidak akan mengurangi ke-Esaan-Nya.
b.            Masalah Kitab-kitab
Permasalahan yang diikhtilafkan dikalangan orang islam ialah apakah Al-Qur’an itu Qadim (kekal) atau Hadis (baru). Golongan Asy’ariyah dan Maturidiyah berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah Qadim bukan makhluk (diciptakan). Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa Al-Qur’an tidak Qadim karena Al-Qur’an itu makhluk (diciptakan).
c.             Masalah Nabi dan Rasul
Masalah yang masih diperselisihkan dalam kaitannya dengan iman kepada para Nabi dan Rasul adalah mengenai jumlahnya. Hanya Allah yang mengetahui jumlahnya. Sebagian ulama’ mengatakan bahwa jumlah seluruhnya adalah 124.000 orang. Dari jumlah itu yang diangkat menjadi Rasul sebanyak 313 orang.
d.            Masalah Hari Kiamat
Para ulama’ telah sepakat dalam masalah adanya hari kiamat dan hal-hal yang terjadi didalamnya, hanya saja mereka ikhtilaf tentang apa yang akan yang dibangkitkan. Ada yang berpendapat bahwa yang akan dibangkitkan meliputi jasmani dan rohani, dan pendapat kedua mengatakan bahwa yang dibangkitkan adalah rohnya saja.
e.             Masalah Taqdir
Dalam masalah taqdir, orang islam sepakat perlunya meyakini adanya ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk yang ada dialam semesta ini. Namun berbeda dalam memahami dan memperaktekkannya.
Pertama :    Qodariyah berpendapat bahwa segala perbuatan manusia baik maupun buruk semuanya ditentukan oleh manusia itu sendiri. Allah tidak mempunyai  sangkut pautnya dalam hal ini karena Allah telah menyerahkan kodratnya kepada manusia. Allah akan memberi pahala kepada orang yang  telah berbuat baik, karena dia telah menggunakan kodrat yang diberikan Allah dijalan yang baik. Dan bagi orang yang berbuat  jahat maka Allah akan menyiksanya karena kodrat yang diberikan digunakn untuk jalan keburukan.[4]    
Kedua : kaum Jabariyyah mempunyai I’tiqod yang bertolak belakang dengan I’tiqod kaum Qodariyah. Jabariyyah berpendapat bahwa manusia tidak punya daya apa-apa karena segalanya telah ditentukan oleh Allah. Manusia tidak punya usaha, tidak punya ikhtiar sebab seluruhnya yang menentukan adalah Allah.
Pendapat Jabariyyah ini dianggap menyimpang oleh golongan Ahlussunnah Waljama’ah. Memang semuanya ini ditentukan oleh Allah tetapi Allah juga telah menciptakan usaha dan ikhtiar manusia. Oleh karena itu manusia mempunyai keharusan untuk berusaha.[5]
Ketiga : sebenarnya I’tiqod Ahlussunnah Waljama’ah merupakan perpaduan dari I’tiqod Jabriyyah dan Qodariyah, artinya segala sesuatu  dialam ini memang  telah ditentukan oleh Allah, namun manusia diberi kewenangan untuk melakukan ikhtiar terlebih dahulu.
















BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari pemaparan makalah diatas maka dapat kita simpulkan sebagai berikut :
1.      Akidah adalah suatu pokok atau dasar keyakinan yang harus dipegang  teguh oleh orang  yang mempercayainya. Menurut Hasan al-Banna aqa’id (jama’ akidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.
2.      akidah pokok adalah akidah umat islam yang masih terpelihara dan masih murni sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW yang tercakup didalam Arkanul Iman
a.                   Iman kepada Allah
b.                  Iman kepada Malaikat- Malaikat Allah
c.                   Iman kepada kitab-kitab Allah
d.                  Iman kepada Rasul-Rasul Allah
e.                   Iman kepada Hari Kiamat
f.                   Iman kepada Qada dan Qadar
3.       Perpecahan umat islam mulai terjadi setelah berakhirnya kepemimpinan kholifah Umar bin Khattab. Kemudian muncul permasalahan yang menimbulkan terjadinya pembunuhan khalifah Ustman bin affan (th 345-656 M) oleh pemberontak yang sebagian besar dari Mesir yang tidak puas dengan kebijakan politiknya. Awalnya peristiwa ini hanya sebuah permasalan politik yang akhirnya berkembang menjadi persoalan teologi sehingga melahirkan berbagai  aliran dengan teologi dan pandangan yang berbeda-beda. Pada masa ini umat islam tidak mampu lagi mempertahankan kesatuan dan keutuhan akidahnya, karena masing-masing berusaha membuka persoalan akidah yang sebelumnya terkunci. Maka lahirlah cabang-cabang akidah yang pemahamannya bervariasi dari masing-masing aspek rukun iman.



DAFTAR PUSTAKA

Alfat, Masan. dkk. 1997. Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah kelas 1. Semarang: PT. Karya Toha Putra
Ilyas, Yunahar. 2006. Kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta: LPPI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Umar, A. Chumaidi. dkk. 1996. KE-NU-an Ahlussunnah Wal Jama’ah Madrasah Tsanawiyah kelas 3. Semarang: CV. Wicaksana  
Djamilun, H.M, dr. dkk. 1990. KE-NU-an Madrasah  Aliyah kelas 3. Semarang: CV. Wicaksana



















[1] DRS. Masnan Alfan, Dkk, Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah kelas 1, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1997), hlm. 2
[2] Yunahar ilyas, Kuliah Aqidah Islam, (Yogyakarta: LPPI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2006), hln. 1
[3] A. Chumaidi Umar, Dkk, KE-NU-an Ahlussunnah Wal Jama’ah Madrasah Tsanawiyah/SMP kelas 3, (Semarang: CV.Wicaksana, 1996), hlm. 9
[4] Drs. H.M. Djamilun, Dkk, KE-NU-an Madrasah Aliyah Kelas 3, (Semarang: CV. Wicaksana, 1990), hlm. 5
[5] Ibid. hlm. 11